Sunday, September 30, 2007

Within You Without You

We were talking-about the space between us allAnd the people-who hide themselves behind a wall of illusionNever glimpse the truth-then it's far too late-when they pass away.

We were talking-about the love we all could share-when we find itTo try our best to hold it there-with our loveWith our love-we could save the world-if they only knew.

Try to realise it's all within yourself No-one else can make you change And to see you're really only very small, And life flows ON within you and without you.

We were talking-about the love that's gone so cold and the people,Who gain the world and lose their soul-They don't know-they can't see- are you one of them?

When you've seen beyond yourself-then you may find, peace of mind,Is waiting there-And the time will come when you seewe're all one, and life flows on within you and without you.

~George Harrison

Sunday, September 23, 2007

Drama

Selama satu tahun terakhir ini gue diberi kesempatan untuk sedikit melihat kehidupan masyarakat Indonesia, tidak seluruhnya dan tidak secara mendalam pula, tapi cukup mewakili. Dan berbahagialah gue, karena yang gue temui adalah orang biasa, tidak memiliki jabatan penting atau harta yang banyak, tapi kaya dengan perjuangan hidupnya di bumi Indonesia, mungkin pada saatnya nanti gue akan menuliskannya.

Bahwa tanah ini kaya akan sumberdaya alam yang berlimpah tidak diragukan. Sejauh yang benar-benar gue lihat berupa : kayu-kayuan, tanaman budidaya, ikan-ikanan dan mineral logam. Keindahan alamnya juga luar biasa : laut, pantai, gunung, hutan dan persawahan. Ketika menikmatinya sendirian, kadang terucap syair seorang Gibran yang sempat gue baca di salah satu mini-market yang berada di daerah Waru - Surabaya, kira-kira begini "laut adalah saudara perempuanku, gunung adalah saudara lelakiku, kami adalah satu dalam kesendirian". Juga, adat istiadat dan kebudayaan yang beraneka ragam, bagi gue hal tersebut benar-benar kekayaan bangsa yang sangat bernilai.

Melimpah kekayaan sumberdaya alamnya, elok keindahan alamnya, kaya budaya dan adat-istiadatnya, terkalahkan oleh hal bernama kemiskinan, laut dan pantai adalah salah satu penandanya.

Saturday, September 22, 2007

Pisang

Jika dalam novel rumah kaca dikatakan bahwa "negara yang bisa mendunia adalah negara yang menjajah", spertinya benar juga. Negara adidaya dengan segala jargon demokrasi, hak azasi & kemanusiaan serta kemerdekaan pada akhirnya menjajah negara yang lebih lemah. Setiap kebijakan diatur sesuai keinginannya. Menjalari kehidupan setiap orang dalam negara jajahan dengan penderitaan. Baik dengan cara yang kentara ataupun tersamar. Dengan senjata ataupun dengan pisang berwarna kuning terang tanpa bercak --seperti buah-buahan kayu-- yang dijajakkan pedagang buah trotoar jalan. Alternatif hidup seseorang di negara terjajah benar-benar berkurang. Tunduk dalam suatu kekuatan bernama modal.

Saturday, September 15, 2007

Sup Ikan Bandeng

Bahan dasar :
  • Ikan bandeng basah
Bumbu :
  • Bawang merah 4 buah
  • Bawang putih 2 buah
  • Cabai merah 2 buah
  • Jahe 5 X 3 cm
  • Kunyit 5 X 1 Cm
  • Jeruk nipis 1 buah
  • Daun bawang & seledri
  • Garam secukupnya
Peralatan :
  • Panci kecil
  • Pengaduk
  • Garpu
Cara membuat :
  • Bersihkan ikan bandeng --sisik, isi perut dan insangnya, lalu potong menjadi beberapa bagian, seekor menjadi 3 bagian sepertinya paling oke.
  • Bersihkan dan iris bumbu-bumbu yang telah disediakan sebelumnya, lalu rebus di dalam panci dengan air bervolume kira-kira 800 ml hingga mendidih.
  • Masukkan potongan ikan bandeng ke dalam rebusan air bumbu tersebut, lalu tambahkan garam secukupnya.
  • Aduk sesekali & tunggu hingga daging ikan bandeng empuk
  • Hidangkan sup ikan di dalam sebuah mangkuk lalu beri perasan jeruk nipis
  • Sup ikan bandeng siap disajikan
Saran
  • Nimati sup ikan bandeng selagi panas dengan suasana malam hari & ada rintik-rintik hujan :D
  • Tepat bagi yang mempunyai masalah dengan makanan berminyak dan/atau pedas

Wednesday, September 05, 2007

Bukan penyair

Kulumuri mata panah ini dengan racun terbaik, bisa ular dan getah tanaman hitam, hingga saatnya nanti, sedikit saja menggores kulit si korban, tak lama ia akan mengerang kesakitan dengan rasa tak tertahankan, hanya menunggu waktu hingga satu saat nafasnya terhenti. Tak lupa mandau, belati dan tombak yang akan terhunus garang meminta getah kehidupan lawan. Aku akan siap berdiri di tanah lapang dengan semua itu. Majulah kalian dari seluruh penjuru mata angin, perangi diriku dengan segenap tenaga, dera kuda-kuda perang kalian sekuat-kuatnya, hantam dan luluhlantakkan tubuhku dengan senjata-senjata terbaik yang kalian miliki. Kutahu, bukan kemenangan yang akan kudapatkan, bahkan hanya kebinasaan yang kuperoleh. Bagi diriku, hal itu adalah pencapaian.

Sunday, September 02, 2007

Fasilitas Lebih

Bagi pengguna angkutan umum, salah satu hal yang menjadi perhatian adalah kenyamanan dalam bepergian. Definisi kenyamanan bisa diidentikkan dengan ketersediaan fasilitas serta pelayanan yang diberikan armada transportasi, ketertiban dan kelancaran berlalulintas. Kemaceta lalu-lintas merupakan rutinitas bagi mereka yang kesehariannya beraktivitas di kota Jakarta atau sekadar melewatinya saja. Tapi, rasanya hal tersebut tidak berlaku untuk segelintir oknum pejabat tinggi yang memanfaatkan fasilitas lebih. Lebih karena mereka memiliki tim pembuka jalan, entah dimanapun, baik di ruas jalan tol atau umum, separah apapun kemacetannya mereka selalu bisa mendahului kendaraan yang lain diiringi suara sirine meraung dan pengeras suara.

Pernah pada satu saat gue harus menunggu kurang lebih 20 menit untuk memasuki tol karena ada iringan mobil oknum pejabat tinggi yang akan lewat, isi kendaraan yang gue tumpangi penuh dengan orang-orang yang selesai beraktivitas selama seharian, yang jelas mereka ingin cepat sampai di rumah dan segera melepas lelah. Di bangku lain ada anak balita yang menangis keras karena tidak nyaman dengan keadaan saat itu, panas, asap buangan serta bisingnya suara deru mesin kendaraan yang bercampur jadi satu. Entah di bangku lain apa keperluan dari masing-masing orang, sama seperti gue, yang pasti mereka ingin segera sampai tujuan. Sementara kami harus menunggu oknum pejabat tinggi tersebut melintas, baru setelahnya kami diperbolehkan memasuki tol.

Benar-benar membingungkan perilaku oknum pejabat tinggi tersebut, secara sederhana kemacetan adalah realita kota Jakarta, kenapa untuk hal sesederhana itu mereka mengelak untuk merasakannya, rasanya seperti hidup dalam dunia imajiner saja. Jika ingin sampai tempat tujuan, toh pengguna jalan yang lain juga ingin. Kadang juga terdengar celoteh penumpang lain yang seolah mentolerir perilaku tersebut, wajar karena yang lewat adalah pejabat tinggi negara yang punya urusan super penting, jadi harus diutamakan. Hmm, sayangnya hasil kerjanya berkebalikan :P.