Sunday, August 22, 2010

Up in the Air

Salah satu film yang menurut saya bagus. Film dengan tema drama yang menggambarkan kehidupan seorang staff perusahaan yang mengharuskan bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menjalankan tugasnya sebagai pemecat pekerja.

Kehidupan yang dijalani oleh tokoh utama :Ryan Bingham penuh dengan kebebasan, menyukai kehidupan bepergian, penikmat kesendirian dan jarang bertemu dengan keluarga. Cara berpikir yang dimilikinya terhadap kehidupan berkeluarga menjadikan dirinya seorang yang anti untuk memiliki pasangan hidup. Karena dalam pandangannya, menjalani kehidupan dengan pasangan maupun keluarga sama sekali tidak berarti, karena pada akhirnya ia akan sendiri.

Hingga pada suatu saat ia bertemu dengan Alex Goran dan Natalie Keener. Dua orang yang memasuki kehidupan pribadi dan karirnya. Berbagai hal yang dialami oleh Ryan dengan kedua orang tersebut memberikan pengaruh terhadap pandangannya selama ini. Pada titik tertentu, Ryan tersadar akan kehidupan yang selama ini dijalaninya dan mencoba untuk merubahnya. Walaupun pada akhirnya impian yang diharapkannya tidak terwujud.

Film ini sedikit memberikan pencerahan pada saya. Berbagai hal yang terjadi bisa memberikan pemahaman terhadap komponen penyusun manusia. Bahwa manusia selain terdiri dari fisik, ia juga dibekali dengan akal dan rasa. Baik akal dan rasa bisa menuntun seseorang pada sebuah keputusan dan tindakan. Kedua hal tersebut bisa bersatu padu namun bisa juga bertolak belakang.

Selain itu, film ini juga mengingatkan saya tentang keterkaitan usaha dan hasil. Bahwa tidak selamanya, apa yang kita inginkan --bahkan yang kita pandang untuk menuju sebuah kebaikan-- lalu kita usahakan dengan sebaik-baiknya akan dapat terwujud. Karena pada akhirnya semua akan kembali kepada yang maha pembuat keputusan.

Referensi :

Up in the Air

Monday, August 16, 2010

Supir Taksi

Malam ini saya kembali menggunakan taksi sebagai sarana transportasi untuk menuju rumah. Selain lokasi yang cukup sulit untuk mendapatkan angkutan umum jika sudah larut malam, saya juga ingin sedikit menikmati suasana santai di malam hari sambil sedikit bernostalgia.

Taksi yang saya tumpangi malam ini adalah mobil sedan baru, ketika saya tanyakan kepada Pak Supir, dia menjawab "memang baru mas, baru satu bulan" jawabnya. Untuk mengusir kepenatan akhirnya saya mencoba untuk memulai pembicaraan --sesuatu hal yang sangat jarang saya lakukan--, pembicaraan yang saya lakukan juga pembicaraan hapalan yang telah berkali-kali saya latih ketika transportasi taksi sering saya gunakan ketika bekerja di daerah Tangerang. Ketika itu rute yang sering saya lewati adalah karawaci - BSD - TB. Simatupang - Ciracas dan Tempat tinggal - Bandara Soeta.

Dengan jarak yang cukup jauh serta perjalanan malam hari yang cukup panjang, kemampuan mengobrol benar-benar diperlukan guna menjaga agar Pak Supir tetap terjaga ketika mengemudikan taksi. Berdasarkan pengalaman, beberapa kali taksi yang saya tumpangi sepertinya tidak terkontrol karena Pak Supir yang kelelahan dan mengatuk ketika mengemudi karena suasana yang sunyi senyap.

Obrolan malam ini seputar kehidupan mengemudi yang dijalani oleh Pak Supir. Mobil baru yang saya tumpangi malam ini adalah hasil jerih payah Pak Supir. Ia telah memberikan uang muka sebesar Rp.8.000.000, dalam 6 tahun ke depan mobil tersebut bisa dimilikinya dengan syarat ia memberikan setoran per hari sebesar Rp.285.000. Untuk memenuhi persayarat tersebut beberapa kali ia menekankan tentang keharusannya untuk bekerja keras. Ia bekerja dari pagi hari hingga pukul 1 dini hari, penghasilan yang didapat per hari berkisar antara Rp.100 K - 200 K walaupun kadang ia harus menanggung kerugian jika sepi penumpang. Ia merasa sangat bersyukur atas apa yang didapatkannya saat ini.

Lalu, kemarin saya melihat sebuah foto seorang buruh kasar yang bekerja di sebuah kapal tongkang. Dengan wajah lelah serta pakaian lusuh ia duduk di antara drum-drum minyak dengan warna hitam pekat serasi antara tubuh dan sekitarnya. Di foto tersebut tertulis, inilah wajah pekerja untuk modernisasi Cina, mereka tidak banyak bicara, bekerja keras dan pekerjaan terselesaikan dengan baik. Mereka pulang dalam keadaan kelelahan, kotor dan masih berada dalam keadaan miskin. Begitu juga untuk para petani, mereka pergi di pagi hari, melakukan pekerjaan keseharian yang melelahkan, kembali pulang pada sore hari dan tidak membicarakannya. Yang perlu dilakukan adalah makan dan beristirahat untuk kembali memulai hari esok.

Kemudian membanding-bandingkan dengan kehidupan super nyaman yang saya jalani selama ini, sama sekali tidak sebanding. Di belahan bumi yang lain orang bekerja setiap saat hingga melupakan arti rasa kejenuhan. Di belahan bumi yang lain, ketika malam hari tiba orang berpikir bagaimana untuk tetap bernyawa hingga besok pagi. Di belahan bumi yang lain orang berpikir apa yang akan saya lakukan supaya bisa tetap bertahan hidup.

Sepertinya saya masih harus banyak belajar dari orang-orang tersebut untuk membungkam rengekkan serta keluh kesah diri yang manja.