Pada pagi yang cerah di sebuah desa kecil, di salah satu rumah ada seorang anak yang sangat nakal, pagi itu ibunya menyiapkan sarapan sepiring nasi, lengkap dengan lauk-pauknya, berulang kali ibunya menyuruhnya untuk memakan sarapannya, tapi si anak nakal selalu enggan, dengan kesabaran dan kasih sayang, akhirnya si Ibu dapat membujuk anaknya untuk memulai sarapannya --dengan terpaksa tentunya--, ketika si Ibu meninggalkan rumah untuk pergi berbelanja ke Pasar, si anak nakal seolah mendapatkan angin segar untuk bertindak semaunya, akhirnya ia membuang nasi sarapannya ke tempat sampah.
Ternyata di tempat sampah butir-butir nasi tersebut bisa berbicara satu sama lain, mereka menangis sedih, "hu..hu..hu.. kita kok ngga dimakan sih", "keberadaan kita disia-siakan". Ketika hari menjelang siang, si anak nakal bermain ke luar rumah, tidak tanggung-tanggung, tempat main yang ditujunya adalah hutan yang terkenal menakutkan, setiap orang tua di desa tersebut sudah memperingatkan anak-anak mereka untuk tidak menuju tempat tersebut karena di sana ada raksasa pemakan manusia, tapi karena memang kenakalan si anak, akhirnya ia berkeras menuju tempat tersebut. Ketika ia berada di dalam hutan, semua binatang yang berjumpa dengan si anak nakal telah memperingatkan untuk tidak terlalu bermain jauh ke dalam hutan, karena ada raksasa pemakan manusia yang akan memangsa jika dia mencium bau manusia.
Si anak nakal keras kepala, tidak mengindahkan nasihat yang disampaikan kepadanya, ketika berada di dalam huta ia bertemu dengan raksasa pemakan manusia, lari tunggang-langgang menghindar, hingga pada akhirnya ia kehabisan tenaga, ia hanya bisa duduk dan menangis tersedu menunggu ajalnya seiring keberadaan raksasa yang mendekat dan berkata "aku mencium bau manusia, aku ingin memakannya, aku lapar...", beruntunglah penduduk kampung sekitar dapat segera menemukannya dan membawa dirinya ke luar dari hutan, sehingga nyawanya dapat diselamatkan. Penduduk kampung segera mencarinya segera setelah ada pemberitahuan dari Ibu anak tersebut yang khawatir terhadap keberadaan anaknya.
Pada akhirnya, si anak menyadari kesalahan-kesalahan yang dilakukannya, tidak menuruti nasihat orang tua dan hal yang paling penting, membuang nasi, sekiranya ia menghabiskan sarapannya, kemungkinan ia memiliki tenaga yang lebih banyak untuk menyelamatkan dirinya, ia benar-benar sangat menyesal telah membuang sarapannya.
Potongan cerita di atas adalah salah satu episode dari fim Si Unyil yang masih gue ingat, karena cukup berkesan. Setidaknya sejak saat itu, ketika makan, gue berusaha untuk selalu menghabiskannya, yang gue pahami bahwa ketika nasi-nasi itu masuk ke dalam mulut, lalu menghilang ke dalam perut –belum tahu sistem pencernaan-- , seketika itu juga mereka pasti merasa sangat senang dan ketawa-tawa karena tidak disia-siakan walaupun keberadaannya ngga ada lagi. Saat ini, hal ini jadi salah satu hal njelimet juga kalo dipikirkan lebih dalam. Kehidupan yang berarti, fungsi keberadaan :D. Terima kasih butir-butir nasi.
No comments:
Post a Comment